Beranda | Artikel
Orang yang Menisbatkan Diri Kepada Selain Ayahnya Dan Kepada Selain Walinya
Senin, 5 November 2018

ORANG YANG MENISBATKAN DIRI KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN KEPADA SELAIN WALINYA

Oleh
Syaikh Dr Fadhl Ilahi

Di antara orang-orang yang celaka dengan laknat para Malaikat adalah orang yang mengaku kepada selain ayahnya atau orang yang bersandar kepada selain walinya. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفاً وَلاَ عَدْلاً

Barangsiapa yang mengaku ayah kepada selain ayahnya[1] atau bersandar kepada yang bukan walinya, maka laknat Allah, juga para Malaikat dan semua manusia menimpa mereka, dan pada hari Kiamat, Allah tidak akan menerima dari mereka, baik yang fardhu maupun yang sunnah.”[2]

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan komentar tentang hadits ini dengan perkataannya : “Ini merupakan sebuah penetapan hukum haram bagi orang yang mengakui ayah kepada selain ayahnya, atau seorang hamba sahaya yang dibebaskan mengakui wali bukan kepada orang yang membebaskannya, karena hal tersebut termasuk kufur terhadap nikmat, dan termasuk sikap menyepelekan masalah hak-hak waris, perwalian dan akal, serta hal lain yang berhubungan dengan pemutusan hubungan silaturrahim.”[3]

Sedangkan di dalam riwayat al-Bukhari disebutkan,  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

وَمَنْ وَالَى قَوْمًا بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ.

Barangsiapa yang berloyal kepada suatu kaum tanpa izin walinya, maka baginya laknat Allah, para Malaikat dan semua manusia, dan pada hari Kiamat tidak akan pernah diterima dari mereka, baik yang fardhu maupun yang sunnah.”[4]

Al-Imam al-Bukhari memberikan bab pada hadits ini dengan judul: “Bab Dosa Orang yang Membebaskan Dirinya dari Walinya.”[5]

Al-Malla ‘Ali al-Qari di dalam penjelasan hadits berkata, “Barangsiapa yang berloyal kepada suatu kaum, yaitu dengan mengatakan kepada orang yang tidak memerdekakannya, ‘Engkau adalah waliku.’”[6]

Al-‘Allamah ath-Thaibi berkata, “Ungkapan: ‘Siapa saja yang berloyal kepada suatu kaum tanpa izin walinya,’ yang nampak dari ungkapan ini adalah bagi seorang hamba sahaya yang telah dimerdekakan, karena ungkapan tersebut dihubungkan kepada ungkapan: ‘Siapa saja yang mengaku bapak kepada selain bapaknya,’ penyatuan keduanya di dalam riwayat lain, karena pembebasan itu bagaikan darah dari nasab, maka jika seorang hamba merdeka kemudian menghubungkannya kepada yang bukan memerdekakannya, maka dia bagaikan orang yang mengakui keturunan kepada yang bukan haknya, dan menghu-bungkan dirinya kepada yang bukan miliknya, karena itu pantaslah jika orang tersebut mendapatkan do‘a dari para Malaikat untuk dijauhkan dari kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ungkapan: “Tanpa izin walinya,” ungkapan ini sama sekali tidak membatasi hukum dengan tidak ada izin, ini hanyalah sebuah perhatian terhadap sesuatu yang menjadi dasar pelarangan, tegasnya yaitu membatalkan hak wali dan melecehkannya, dan yang dimaksud dari ungkapan tersebut adalah makna yang biasa digunakan.[7]

Di antara yang bisa kita saksikan sekarang ini adalah, bahwa sebagian orang mengaku dari kabilah atau kaum tertentu, padahal dia bukan bagian darinya, sungguh jelek apa yang mereka lakukan jika mereka mengetahuinya.

Banyak sekali nash yang mewajibkan untuk menghubungkan diri kepada orang tua sendiri dan mengharamkannya kepada selainnya. Di antaranya adalah:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ﴿٤﴾ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama ayah-ayah mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui ayah-ayah mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan pembantu-pembantumu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab/33: 4-5]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:

لاَ تَرْغَبُوْا عَنْ آبَائِكُمْ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أَبِيْهِ فَهُوَ كُفْرٌ.

Janganlah kalian membenci ayah-ayah kalian, maka siapa saja yang membenci ayahnya, maka dia telah kafir.”[8]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيْهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ.

Barangsiapa yang mengakui ayah kepada selain ayahnya, sedangkan dia tahu bahwa dia bukan ayahnya, maka Surga diharamkan atasnya.”[9]

Walhasil, bahwa orang yang mengaku memiliki ayah kepada selain ayahnya atau seseorang yang menghubungkan dirinya bukan kepada walinya, maka ia telah melakukan sesuatu yang haram, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan orang tersebut dari kasih sayang-Nya begitupula para Malaikat yang mendo‘akannya agar jauh dari kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan amalan yang fardhu atau yang sunnah tidak akan pernah diterima darinya pada hari Kiamat.

[Disalin dari kitab “Man Tushalli ‘alaihimul Malaaikah wa Man Tal‘anuhum.” Edisi Bahasa Indonesia Orang-Orang yang Dilaknat Malaikat.” Penulis oleh Dr. Fadhl Ilahi, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Al-Imam ath-Thaibi berkata, “Seseorang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya atau selain keluarganya, dahulu mereka melakukannya lalu mereka dilarang. (Syarah ath-Thaibi VI/2051-2052)
[2] Lihat Shahiih Muslim, kitab al-Hajj, bab Fadhlul Madiinah wa Du’aa’ an-Nabiyyi fiiha bil Barakah (bagian dari hadits no. 467 (1370), II/ 998).
[3] Syarah an-Nawawi (IX/144).
[4] Lihat Shahiih al-Bukhari, kitab al-Faraaidh (bagian dari hadits no. 6755).
[5] Ibid.
[6] Mirqaatul Mafaatih (V/609).
[7] Syarah ath-Thaibi (VI/2051) dan lihat kitab Fat-hul Baari (IV/86).
[8] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Shahiih al-Bukhari kitab al-Faraaidh, bab Man Idda‘a ila Ghairi Abiihi (no. 6768).
[9] Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari dari Sa’ad Radhiyallahu anhu (no. 6766).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9968-orang-yang-menisbatkan-diri-kepada-selain-ayahnya-dan-kepada-selain-walinya.html